Hujan malam itu seperti menolak
berhenti, terus membasahi jalan di kota ini. Ditemani secangkir kopi aku terus
menatap jalan yang penuh hiruk pikuk dan mulai terlihat genangan di berbagai
sisi. Sesekali nampak orang berjalan keluar dari stasiun, kemudian menghampiri
bapak supir becak yang masih mengais rezeki di tengah deru hujan yang lebat ini.
semoga berkah ya pak..
Di sisi kiri saya berdiri hotel
megah yang dahulu adalah pabrik sari petojo, kontras dengan tempat saya duduk
sekarang untuk melepas penat. Wedangan sederhana yang hanya menyuguhkan nasi
kucing beserta lauk pauknya dan kehangatan wedang jahenya.
Kota ini selalu spesial. meskipun
banyak hati dipatahkan dikota ini, banyak perasaan yang tak terungkapkan dan banyak jiwa terkekang oleh pekerjaan.
Bagi saya keramahan kota ini masih sangat terasa, ribuan kenangan terpatri
disini..bagi kamu yang tinggal disini syahdunya duduk berdua di ngarsopuro dan
sejuknya taman balekambang pasti tak terelakkan.
Juga beraneka wisata kuliner di
Galabo tak akan membuatmu bosan mencicipi makanan khas kota ini. Dan jangan
lupakan event event semacam Solo International Performing Arts (SIPA), Festival
Jenang, Solo Keroncong festival dan aneka hiburan lainnya yang hanya ada di
kota ini.
untuk Kota Solo ku yang mulai
macet ini tapi tetap nyaman untuk dihuni dan untuk kamu yang saat ini sedang
sering kudoakan setiap hari, mungkin lirik lagu ini bisa mewakili
“hadapi keras kota ini, hiruk
pikuknya terasa sunyi
Namun sapaanmu tetap indah, mengikis amarah
meluluhkan gundah”
-The Rain-